Ingatkah kalian dengan kata "Lupus"? Pasti dibenak kalian langsung teringat dengan sebuah film yang dibintangi oleh Ryan Hidayat sebagai pemeran utama yang mempunyai kebiasaan memakan permen karet. Sebenarnya lupus yang saya sedang bahas adalah sebuah penyakit autoimun. Penyakit ini dalam ilmu kedokteran disebut Systemic Lupus Erythematosus (SLE), yaitu ketika penyakit ini sudah menyerang seluruh tubuh atau sistem internal manusia. Dalam ilmu imunologi atau kekebalan tubuh, penyakit ini adalah kebalikan dari kanker atau HIV/AIDS. Pada Lupus, tubuh menjadi overacting terhadap rangsangan dari sesuatu yang asing dan membuat terlalu banyak antibodi atau semacam protein yang malah ditujukan untuk melawan jaringan tubuh sendiri. Dengan demikian, Lupus disebut sebagai autoimmune disease (penyakit dengan kekebalan tubuh berlebihan). Lupus biasanya menyerang wanita dan hanya 1:100 saja yang menyerang pria. Hal ini dikarenakan bahwa hormon estrogen yang ada pada wanita merupakan hormon pertama yang menyebabkan atau memicu penyakit lupus.
Faktor Lingkungan dan faktor genetik merupakan anggapan bagi para ilmuwan sebagai penyebab penyakit lupus. Faktor lingkungan yang menjadi penyebab penyakit Lupus diantaranya sinar UV, radiasi, dan obat. Faktor genetika yang menjadi penyebab penyakit lupus berhubungan dengan hormon pada manusia. Sampai sekarang, penyebab penyakit lupus belum diketahui dengan pasti, sehingga menyebabkan dokter gagal mendiagnosis secara dini penyakit ini.
Patologi anatomi penyakit Lupus menunjukkan bahwa didalam penyakit SLE terjadi inflamasi atau peradangan, reaksi setempat dari jaringan hidup atau sel terhadap suatu rangsang atau injury (cidera atau jejas) (Price dkk, 1985). Etiologi inflamasi ini terbagi menjadi dua golongan yaitu benda mati dan benda hidup. Pada benda mati, rangsang fisis contohnya trauma, benda asing, rangsang panas atau dingin yang berlebihan, tekanan, listrik, sinar matahari, dan radiasi (E.N.Kosasih, 1984).Patologi klinik penyakit ini terfokuskan pada ANA (Anti Nuclear Antibody) yang diproduksi oleh limfosit sel T dan B makhluk hidup.
SLE ditegakkan secara klinis dan laboratoris. Kriteria diagnosis yang paling banyak dianut adalah menurut American Rheumatism Association (ARA). Diagnosis LES ditegakkan bila terdapat paling sedikit 4 dari 11 kriteria ARA tersebut. Empat dari 11 kriteria positif untuk memenuhi 96% sensitivitas dan 96% spesifisitas. Salah satu butir pernyataan cukup untuk memenuhi kriteria. Kriteria ARA ini terdiri dari :
- Eritema malar (Butterfly rash), ruam kupu2
- Lupus discoid (luka di kulit disertai peradangan, biasanya di kulit kepala)
- Fotosensitivitas, sensitif matahari
- Ulcerasi mukokutaneus oral dan nasal, mulut dan hidung mudah terluka atau sariawan
- Arthritis nonerosif, radang sendi
- Nefritis, proteinuria > 0,5 g/24 jam, silinder dalam urin.
- Ensefalopati, konvulsi, psikosis (radang otak, kejang, psikosis)
- Pleuritis atau perikarditis (radang pada selaput paru2 dan atau katup jantung)
- Sitopenia (trombositopeni, leukopenia, anemia)
- Imunoserologi positif: antibodi antidouble stranded DNA
- Antibodi antinuclear (ANA) positif.
Langkah-langkah diagnosis
- Lakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik untuk dapat mengindentifikasi manifestasi klinis dan butir-butir kriteria ARA.
- Lakukan pemeriksaan laboratorium/penunjang lain.
Anjuran pemeriksaan laboratorium/penunjang untuk LES
- Analisis darah tepi lengkap (darah besar dan LED)
- Sel LE
- Antibodi Antikuler (ANA)
- Anti ds DNA (anti DNA natif)
- Autoantibodi lain (anti SM, RF, anti fosfolipid, antihiston, dll)
- Titer komplemen C3, C4 dan CH50
- Titer IgM, IgG, dan IgA
- Krioglobulin
- Masa pembekuan
- Serologis sifilis (VDRL)
- Uji coombs.
- Elekroforesis protein
- Kreatinin dan ureum darah
- Protein urine (total protein dalam 24 jam)
- Foto rontgen dada.
cited: Avvi Cena
Tidak ada komentar:
Posting Komentar